BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ar-Radd
Ar-radd Secara bahasa, kata al-radd berarti
"mengembalikan". Sedangkan menurut pengertian syara', al-radd adalah
"membagi sisa harta warisan kepada ahli waris menurut pembagian
masing-masing, setelah menerima bagiannya". Radd dilakukan karena setelah
harta diperhitungkan untuk ahli waris, ternyata masih ada sisa harta. Sedangkan
ahli waris tidak ada 'ashabah. Maka sisa harta tersebut dibagikan kepada ahli
waris yang ada, kecuali suami / istri. Seperti terdapat dalam firman Allah berikut:
tA$s% y7Ï9ºsŒ $tB $¨Zä. Æ÷ö7tR 4 #£‰s?ö‘$$sù #’n?tã $yJÏdÍ‘$rO#uä $TÁ|Ás%
"Musa berkata: 'Itulah (tempat) yang kita cari.'
Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. " (al-Kahfi: 64).
¨Šu‘ur ª!$# tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. öNÎgÏàø‹tóÎ óOs9 (#qä9$uZtƒ #ZŽöyz 4 ’s"x.ur ª!$# tûüÏZÏB÷sßJø9$# tA$tFÉ)ø9$# 4 šc%x.ur ª!$# $‡ƒÈqs% #Y“ƒÍ•tã “
Dan Allah menghalau
orang-orang yang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka
tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin
dari peperangan dan Allah Maha Kuat Maha Perkasa.’’(al-Ahzab:2)
Adapun ar-radd menurut istilah ulama ilmu faraid
ialah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya/lebihnya jumlah bagian
ashhabul furudh. Sebagai misal, dalam suatu keadaan (dalam pembagian hak waris)
para ashhabul furudh telah menerima haknya masing-masing, tetapi ternyata harta
warisan itu masih tersisa sementara itu tidak ada sosok kerabat lain sebagai
'ashabah maka sisa harta waris itu diberikan atau dikembalikan lagi kepada para
ashhabul furudh sesuai dengan bagian mereka masing-masing.
Menurut istilah para fuqaha, rad berarti
memberikan sisa dari bagian-bagian yang ditentukan ashabul furud al-nasabiyah
kepada mereka menurut furudh mereka ketika tidak ada ahli waris lain yang
berhak menerimanya.
B.
Rukun Radd
Radd terjadi bila
memenuhi tiga rukun sebagai berikut :
1)
Adanya ashabul furudl.
2)
Adanya kelebihan harta peninggalan setelah
dibagikan kepada masing-masing ashabul furudl.
3)
Tidak ada ahli waris ashabah.
Apabila ketiga rukun itu tidak terpenuhi,
tidak akan terjadi radd. Misalnya apabila para ahli waris semuanya
terdiri atas asabah, atau beberapa orang ashabul furudl
dan seorang ashabah, harta peninggalannya tidak akan tersisa atau
kurang. Begitu juga apabila jumlah saham dari ahli waris sebesar jumlah asal
masalah, sehingga tidak ada kelebihan sedikitpun sehingga tidak akan terjadi
masalah radd.
C.
Syarat- Syarat Radd
Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan,
kecuali bila terwujud tiga syarat seperti di bawah ini:
1)
Adanya ashhabul furudh.
2)
Tidak adanya 'ashabah.
3)
Ada sisa harta waris.
D.
Cara Penyalesaian
Masalah Radd Menurut Para Ahli
Pendapat-pendapat yang pernah muncul
dari para sahabat dalam menyelesaikan pembagian warisan yang dijumpai adanya
kelebihan harta warisan, yaitu:
1. Usman ibn Affan, apabila
terjadi kasus pembagian warisan dan didapan sisa harta warisan, maka bagian
suami atau isteri diselesaikan terlebih dahulu, baru setelah itu diradkan untuk
ahli waris lainnya. Misalnya ahli waris terdiri dari: isteri, ibu dan saudara
seibu, harta warisannya Rp 5.400.000,-. Bagian masing-masing:
Isteri
: ¼ x 12 = 3
3/9 x Rp 5.400.000,- = Rp1.800.000,-
Sisa harta Rp 3.600.000.-
Ibu
: 1/3x12=4
4/9 x Rp 5.400.000,- = Rp 2.400.000,-
Sdr.
Seibu :1/6 x 12= 2
2/9 x Rp 5.400.000,- = Rp 1.200.000,-
Jumlah = Rp 5.400.000,-
2. Zaid bin sabit
yang mengatakan bahwa sisa harta warisan setelah diambil oleh ashab al-furud,
diserahkan kepada Bitul Mal. Pendapat ini diikuti mazhab safi’i, dan Ibn Hazm
al-Zahiry. Alsannya, pertama, bagian ahli waris telah ditentukan secara pasti.
Besar kecilnya tidak perlu ditambah atau dikurangi. Menambah bagian ahli waris
melebihi yang seharusnya, adalah melampaui ketentuan Allah, dan mereka yang
tidak mematuhi ketentuan-Nya, diancam dengan neraka yang siksanya amat pedih
(QS. Al-Nisa’ ayat 14). Kedua, Nabi SAW. Contoh penyelesaiannya :
Isteri
: ¼
x
12= 3
3/12 x Rp 5.400.000,- = Rp 1.350.000,-
Ibu
: 1/3 x 12= 4
4/12 x Rp 5.400.000,- = Rp 1.800.000,-
Sdr.
Seibu : 1/6 x 12= 2
2/12 x Rp 5.400.000,- = Rp 900.000,-
Jumlah
= Rp 4.050.000,-
Jadi
terdapat sisa dari harta Rp 5.400.000,- Rp 4.050.000,- = Rp 1.350.000,-. Sisa
ini harta tersebut ini diserahkan kepada baitul mal, untuk kepentingan umat
Islam.
E.
Pendapat Para Ulama Tentang Radd
a) Pendapat Zaid bin Tsabit
Tidak
ada rad bagi siapapun diantara ahliwaris Zawul Furudh, sisa harta waris harus
diserahkan kepada Baitul Mal (Baitul Mal yang teratir baik), ecuali ada
ahliwaris Ashabah. pendapat ini dianut oleh Madzhab Syafi’i dan Maliki.
b) Pendapat Umar, Ali dan Jumhur Sahabat
Semua
ahli waris Zawil Furudh berhak atas rad inikecuali Suami/Istri. Karena rad
dimiliki dengan jalan rahim, sedangkan Suami/Istri hanya sebab perkawinan.
Undang-undang waris di Mesir termasuk yang menerapkan pendapat kedua ini,
kecuali apabila si mayit tidak meninggalkan ahli waris selain Suami/Istri, maka
Suami/Istri berhak atas rad setelah terlebih dahulu memberikan bagian Zawil
Arham.
c) Pendapat Utsman
Semua
ahli waris Zawil Furudh termasuk Suami/Istri berhak atas rad, mengingat
Suami/Istri juga terkurangi haknya dalam masalah aul. Maka orang yang dikurangi
haknya edalam beberapa hal (dalam hal aul), patut mendapat hak tambahan dalam
beberapa hal (dalam hal rad).
F.
Ahli Waris yang Berhak
Mendapat ar-Radd
Ar-radd dapat terjadi dan melibatkan semua
ashhabul furudh, kecuali suami dan istri. Artinya, suami atau istri
bagaimanapun keadaannya tidak mendapat bagian tambahan dari sisa harta waris
yang ada.
Adapun ashhabul furudh yang dapat menerima
ar-radd hanya ada delapan orang:
1.
Anak perempuan
2.
Cucu perempuan keturunan anak laki-laki
3.
Saudara kandung perempuan
4.
Saudara perempuan seayah
5.
Ibu kandung
6.
Nenek sahih (ibu dari bapak)
7.
Saudara perempuan seibu
8.
Saudara laki-laki seibu
Adapun mengenai ayah dan kakek, sekalipun
keduanya termasuk ashhabul furudh dalam beberapa keadaan tertentu, mereka tidak
bisa mendapatkan ar-radd. Sebab dalam keadaan bagaimanapun, bila dalam
pembagian hak waris terdapat salah satunya --ayah atau kakek-- -maka tidak
mungkin ada ar-radd, karena keduanya akan menerima waris sebagai 'ashabah.
G. Ahli Waris yang Tidak Mendapat ar-Radd
Adapun ahli waris dari ashhabul furudh yang tidak
bisa mendapatkan ar-radd hanyalah suami dan istri. Hal ini disebabkan
kekerabatan keduanya bukanlah karena nasab, akan tetapi karena kekerabatan
sababiyah (karena sebab), yaitu adanya ikatan tali pernikahan. Dan kekerabatan
ini akan putus karena kematian, maka dari itu mereka (suami dan istri) tidak
berhak mendapatkan ar-radd. Mereka hanya mendapat bagian sesuai bagian yang
menjadi hak masing-masing. Maka apabila dalam suatu keadaan pembagian waris
terdapat kelebihan atau sisa dari harta waris, suami atau istri tidak
mendapatkan bagian sebagai tambahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ar-radd Secara
bahasa, kata al-radd berarti "mengembalikan". Sedangkan menurut
pengertian syara', al-radd adalah "membagi sisa harta warisan kepada ahli
waris menurut pembagian masing-masing, setelah menerima bagiannya". Radd
dilakukan karena setelah harta diperhitungkan untuk ahli waris, ternyata masih
ada sisa harta. Sedangkan ahli waris tidak ada 'ashabah. Maka sisa harta tersebut
dibagikan kepada ahli waris yang ada, kecuali suami / istri.
Syarat-syarat ar-Radd, yaitu: petama, ashabul
furudh tidak menghabiskan harta peninggalan. Karena kalau mereka
menghabiskannya, tidak ada lagi yang dikembalikan. Kedua, Tidak ada ashib nasabi,
walaupun dia dari ashabulfurudh, yaitu ayah dan kakek. Karena ada ashib
nasabi, tentu sisa harta diambil olehnya dengan jalan ta’shib.
Ada empat macam Ar-radd, dam masing-masing
mempunyai cara atau hukum tersendiri. Keempat macam itu adalah : Adanya ahli
waris pemilik bagian sama dan tanpa adanya suami atau istri, Adanya pemilik
bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri, Adanya pemilik bagian
yang sama dan dengan adanya suami atau istri, dan Adanya pemilik bagian yang
berbeda-beda, dan dengan adanya suami atau istri
Ahli Waris yang Berhak Mendapat Ar-Radd Yaitu:
Ashabulfurudh yang dapat menerima ar-radd hanya delapan orang, yaitu : Anak
perempuan, Cucu perempuan keturunan laki-laki, Saudara kandung perempuan,
Saudara perempuan seayah, Ibu kandung, Nenek sahih ( ibu dari bapak ), Saudara
perempuan seibu, dan Saudara laki-laki seibu.
Sedangkan ahli dari ashabulfurudh yang
tidak bisa mendapatkan ar-radd hanyalah suami istri. Hal ini disebabkan
kekerabatan keduanya bukanlah karena nasab, tetapi karena kekerabatan sababiyah
( karena sebab ), yaitu adanya ikatan tali pernikahan. Kekerabatan ini putus
karena kematian maka hanyamendapat sebagian sesuai bagian yang menjadi hak
masing-masing
DAFTAR PUSTAKA
Beni,Ahmad, Fiqih Mawaris, (Bandung: Pustaka setia, 2009)
http://halimah-amatullaah.blogspot.com/2012/04/makalah-mawaris-bab-aul-dan-radd.html. [08 Oktober
2013]
M Ali Shabuni. Pembagian warisan menurut
Islam.(Jakarta: Ema Insani Press, 1995)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar